Sejarah dan Makna Motif Tumpal pada Batik

gracefuldreams.com – Motif Tumpal merupakan salah satu motif batik tradisional Indonesia yang mempunyai arti serta filosofi yang dalam. Dalam sejarahnya, motif ini sudah digunakan semenjak era kerajaan selaku simbol kekuasaan serta kehormatan.

Tumpal memiliki arti filosofis cocok konsep kesatuan kosmos, manusia, semesta, serta alam lain dari watak keduniaan mengarah ketuhanan. Tumpal biasanya terdiri dari pola- pola segitiga yang tersusun secara berulang- ulang.

Sejarah Motif Tumpal pada Batik

Kata tumpal berasal dari bahasa Jawa yang maksudnya” pucuk” ataupun” ujung”. Sejarah mengatakan kalau motif hias tumpal telah terdapat semenjak era kerajaan di Indonesia. Pada masa itu, motif ini digunakan oleh raja ataupun bangsawan selaku simbol kekuasaan serta kehormatan.

Tidak hanya itu, di luar keraton, dekat abad ke- 16 kapal dagang Belanda mengangkat kain khas India dari Tepi laut Koromandel. Kain tersebut setelah itu diakulturasikan( dipadukan) dengan budaya tekstil Hindia serta motif batik tumpal.

Kain tersebut tumbuh pesat di daerah pesisir. Warga Jawa menyebut perpaduan kain tersebut dengan kain Serasa, Kumitir, Sembagi, ataupun selaku motif hias segitiga di sisi depan serta balik kain.

Pada era dulu, pemakaian tumpal dibedakan dari tipe kelamin yang memanfaatkannya. Contoh pada pemakaian kain panjang, tumpal diletakkan di bagian balik oleh pemakai pria, serta tumpal diletakkan di bagian depan oleh pemakai wanita.

Arti Motif Tumpal pada Batik

Dukutip dalam novel Lenggok Betawi dibalik Narasi Visual Batik Betawi, Ariesa Pandanwangi( 2021: 25), motif tumpal merupakan wujud segitiga sama kaki serta telah terdapat semenjak era prasejarah. Motif ini dipercaya selaku penolak bala ataupun bisa menjauhkan dari bencana yang hendak mengenai.

Secara filosofis, tumpal dimaknai lewat wujud segitiga yang pada bagian ujungnya meruncing( mirip dengan gigi buaya), mempunyai arti ataupun makna selaku keselarasan antara manusia, semesta, serta alam lain ataupun tuhan.

Tumpal apabila dilihat dari sisi numerologis, pada satu sisinya menggambarkan kekuatan, sisi selanjutnya menggambarkan pembukaan, serta sisi yang lain menggambarkan lahirnya kebijaksanaan.

Tumpal sering berhubungan dengan metode hidup manusia yang bisa selaras dengan alam. Motif ini mengarahkan hidup kehidupan yang bermartabat, balance antara dunia serta tuhan serta sering pula diasosiasikan dengan gunung yang dikira suci.

Demikian sejarah serta arti motif Tumpal pada batik. Dengan mengenali uraian di atas, mudah- mudahan bisa menaikkan pengetahuan pembaca hendak hasil budaya Indonesia.

Baca Juga

Slot Gacor

Slot Pulsa

Toto Slot

Mix Parlay

Mix Parlay

Mix Parlay

Slot Mahjong

Mix Parlay

NANA4D

NANA4D

NANA4D

NANA4D

NANA4D

3 Patung di Bandung Lengkap dengan Sejarahnya

gracefuldreams.com – Ada beberapa patung di Bandung yang menarik untuk ditelusuri sejarahnya untuk menambah wawasan. Seperti yang diketahui bahwa Bandung menjadi salah satu kota yang akan selalu menjadi tujuan ketika liburan.
Selain kulinernya yang khas dan beragam, Kota Kembang ini juga punya banyak objek wisata dengan banyak aktivitas menarik. Dari sekian banyak tempat yang biasa dikunjungi oleh para pengunjung, patung bersejarah juga kerap kali menjadi tujuan wisata sejarah.

Rekomendasi Patung di Bandung untuk Wisata Sejarah

Patung di Bandung. Foto hanya ilustrasi. Bukan foto yang sebenarnya. Sumber foto: Unsplash/Evan
Dikutip dari buku Seni Rupa SMP, Eighteen (2020), patung diartikan juga sebagai sebuah cipta karya manusia yang meniru bentuk dan memiliki keindahan (estetik). Patung sering kali menjadi karya untuk mengabadikan suatu peristiwa.
Salah satu tujuannya adalah untuk mengenang jasa pahlawan sekaligus sebagai sumber informasi sebuah peradaban. Berikut beberapa rekomendasi patung di Bandung yang bisa para pengunjung datangi untuk wisata sejarah.

1. Patung Persib

Patung Persib merupakan patung pemain sepak bola yang sudah ada sejak Persib Bandung menjadi juara perserikatan tahun 1990. Ada ritual tahunan yang dilakukan kelompok suporter Persib.
Para suporter yang memiliki sebutan Viking ubu akan memandikan patung Persib, ketika Persib sedang berulang tahun. Patung ini berlokasi di perempatan Jalan Tamblong, Jalan Lembong, Jalan Sumatra dan Jalan Veteran.

2. Patung Husein Sastranegara

Patung ini terletak di Jalan Abdul Rahman Saleh. Patung ini seolah menjadi ucapan selamat datang untuk masyarakat yang menuju ke bandara.
Husein Sastranegara ini adalah tokoh yang ikut berjuang dalam perang kemerdekaan. Tokoh ini ikut andil dalam berdirinya Angkatan Udara Indonesia.

3. Patung Tentara Pelajar dan Patung Laswi

Patung atau tugu ini didirikan untuk mengenang jasa para pelajar dan laskar wanita Indonesia yang juga turut berjuang melawan penjajahan Belanda bersama-sama dengan tentara Indonesia. Kedua patung ini merupakan hasil karya seniman Sunaryo.
Sunaryo merupakan pendiri Selasar Sunaryo Art Space. Patung laskar wanita sendiri diresmikan oleh Walikota Bandung Husein Wangsaatmaja pada 10 Novermber 1981. Patung ini berdiri di area Viaduct.
Demikianlah penjelasan mengenai tiga patung di Bandung yang menarik untuk ditelusuri sejarahnya untuk menambah wawasan.
Baca Juga:

Sejarah Sunan Bonang, Berdakwah Lewat Seni

gracefuldreams.com – Sejarah Sunan Bonang adalah salah satu kisah yang memiliki peran penting terhadap penyebaran Islam di Indonesia. Sunan Bonang termasuk ke dalam Wali Songo atau sembilan wali yang berdakwah di Indonesia dengan caranya masing-masing.
Wali Songo terdiri dari Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Drajad, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Kisah Wali Songo ini tercatat dalam buku-buku sejarah.
Lalu, siapakah Sunan Bonang? Bagaimana kiprahnya dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia?

Sejarah Sunan Bonang Singkat

Ilustrasi Islam di Indonesia. Foto: Unsplash
Raden Makdum Ibrahim, yang juga dikenal sebagai Sunan Bonang, adalah seorang ulama yang menjadi bagian dari Wali Songo yang menyebarkan ajaran Islam di Jawa pada abad ke-14 Masehi.
Selain sebagai ulama, Sunan Bonang juga dikenal sebagai seorang seniman yang memanfaatkan berbagai alat seni, termasuk gamelan, dan memiliki keahlian dalam karya sastra.
Mengutip buku Sunan Bonang: Seniman yang Berdakwah karya Handrito & Tim Emir, Sunan Bonang terkenal karena menciptakan jenis gamelan bonang. Inilah asal usul julukan “Sunan Bonang” yang diberikan kepada Raden Makdum Ibrahim.
Menurut Agus Sunyoto dalam Atlas Wali Songo (2016), Raden Makdum Ibrahim adalah putra keempat dari Sunan Ampel, pendiri Pesantren Ampel Denta, dan Nyai Ageng Manila, putri Bupati Tuban, Arya Teja. Sunan Bonang lahir pada 1465 M di Surabaya dan tumbuh di keluarga yang taat beragama.
Pendidikan Islam pertamanya diberikan oleh ayahnya sendiri di pesantren Ampel Denta. Saat remaja, Sunan Bonang pergi ke Pasai, Aceh, untuk belajar dari Syekh Maulana Ishak, ayah dari Sunan Giri. Selain itu, ia juga mendapat pengajaran dari banyak ulama lainnya.

Dakwah Sunan Bonang

Ilustrasi Islam di Indonesia. Foto: Unsplash
Memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang fikih, ushuluddin, tasawuf, seni, sastra, arsitektur, dan bela diri silat, Sunan Bonang kemudian mengalahkan seorang perampok bernama Raden Said, di mana menjadi anggota Wali Songo dengan nama Sunan Kalijaga.
Dakwah Sunan Bonang dimulai di Kediri, Jawa Timur, kemudian pindah ke Demak, Jawa Tengah, di mana ia menjadi imam Masjid Demak atas permintaan Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak.
Versi lain mengatakan, bahwa nama “Sunan Bonang” berasal dari tempat tinggalnya di Desa Bonang.
Sunan Bonang juga memanfaatkan seni dan sastra untuk menyebarkan Islam. Ia sering memainkan gamelan jenis bonang yang menarik minat penduduk setempat.
Sunan Bonang juga menciptakan tembang tengahan macapat seperti Kidung Bonang.
Selain itu, ia mahir dalam pertunjukan wayang dan memiliki pengetahuan dalam seni dan sastra Jawa. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Suluk Wujil, sebuah karya sastra yang diakui sebagai salah satu yang terbesar di Nusantara, karena isi dan maknanya yang kaya dalam konteks kehidupan beragama.
Sunan Bonang sangat fokus pada perannya sebagai ulama dan seniman sehingga tidak pernah menikah hingga wafatnya pada 1525 M. Makamnya terletak di kompleks pemakaman Desa Kutorejo, Tuban, Jawa Timur.
Itulah sejarah Sunan Bonang yang mungkin kini belum diketahui oleh kebanyakan orang. Ia pun ikut berperan dalam menyebarkan agama Islam di Nusantara.
Baca Juga:

3 Alasan Sumpah Pemuda Sangat Penting dalam Sejarah Indonesia

gracefuldreams.com – Sumpah pemuda merupakan ikrar yang menjadi tonggak penting dalam sejarah pergerakan untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Alasan Sumpah Pemuda sangat penting dalam sejarah Indonesia adalah menjadi penegas cita-cita bangsa Indonesia.

Pada dasarnya, sumpah pemuda merupakan keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan selama dua hari di Batavia, yaitu 27-28 Oktober 1928. Harapannya, Sumpah Pemuda bisa menjadi asas bagi setiap perkumpulan kebangsaan Indonesia.

Dikutip dari buku Buletin Perpus Bung Karno karya Perpustakaan Proklamator Bung Karno, di bawah ini ada alasan terkait pentingnya Sumpah Pemuda dalam sejarah Indonesia.

Alasan Sumpah Pemuda Sangat Penting dalam Sejarah Indonesia

Sumpah pemuda berperan sangat penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Hal ini karena Sumpah Pemuda menjadi momen berkumpul pada pemuda Indonesia untuk mengobarkan semangat dalam memperjuangkan kemerdekaan.

1. Pentingnya Nilai-nilai Persatuan Bangsa

Adanya Sumpah Pemuda ini mengajarkan akan pentingnya nilai-nilai persatuan bangsa Indonesia. Apalagi Sumpah Pemuda merupakan hasil dari Kongres Pemuda yang mana diadakan sebanyak tiga kali.

Pada Kongres Pemuda, para pemuda dari berbagai daerah yang ada di Indonesia berkumpul menjadi satu untuk memperjuangkan kemerdekaan. Ada yang berasal dari Jong Java, Jong Batak, Jong Sumatra, Jong Celebes, dan organisasi kedaerahan lainnya.

2. Sebagai Dasar untuk Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia

Hasil-hasil Kongres Pemuda dari awal hingga yang ketiga selalu dijadikan dasar untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya hasilnya adalah lahirnya Sumpah Pemuda pada saat Kongres Pemuda II.

Sejak kehadirannya, Sumpah Pemuda sudah menjadi tonggak awal terjadinya pergerakan para pemuda Indonesia. Para pemuda kembali bersemangat untuk sadar akan bangsa Indonesia perlu diperjuangkan kemerdekaannya.

3. Membangkitkan Semangat Perjuangan

Sumpah Pemuda merupakan sebuah janji atau ikrar yang diucapkan para pemuda pada saat Kongres Pemuda II. Janji ini sangat penting karena dapat memberi harapan baru hingga berhasil membangkitkan semangat perjuangan.

Terutama kaum pemuda yang kembali bersemangat untuk memperjuangkan kebangsaan Indonesia melawan para penjajah. Bukan hanya itu saja, tetapi Sumpah Pemuda adalah jembatan pemersatu berbagai organisasi pemuda.

Sejak awal banyak organisasi pemuda yang ada di Indonesia, sayangnya organisasi-organisasi tersebut masih bersifat kedaerahan. Adanya Sumpah Pemuda ini mengubah pandangan bahwa organisasi tersebut menjadi bersifat nasional.

Jadi alasan Sumpah Pemuda sangat penting dalam sejarah Indonesia karena berhasil membangkitkan semangat para pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Sejarah dan Misteri Datangnya Buddha Maitreya

gracefuldrreams.com – Dalam agama Buddha, yang dimaksud Bodhisattva Maitreya atau Buddha Maitreya adalah Buddha yang akan datang. Dalam bahasa Tionghoa, Maitreya terkenal sebagai Mile Pusa (彌勒菩薩).

Buddha yang akan datang setelah Buddha Sakyamuni adalah Buddha Maitreya yang saat ini masih bergelar sebagai bodhisattva (calon Buddha), perlu diketahui bahwa dalam ajaran agama Buddha diterangkan bahwa Buddha adalah sebuah gelar, bukan menunjuk kepada Buddha Sakyamuni saja. Mereka percaya bahwa Maitreya bertempat tinggal di surga Tusita, yang merupakan tempat tinggal bagi para bodhisatva sebelum mencapai tingkat ke-buddha-an. Konon, dahulu Buddha Sakyamuni juga bertempat tinggal di sini sebelum akhirnya terlahir sebagai Siddharta Gautama di dunia.

Buddha Gautama bukanlah Buddha yang pertama di dalam masa-dunia ini (masa-dunia atau kalpa; satu kalpa lamanya kurang lebih 4.320.000.000 tahun). Buddha-Buddha sebelumnya adalah Buddha Kakusandha, Buddha Konagamana, Buddha Kassapa, Buddha yang akan datang adalah Buddha Mettaya (Maitreya).

Sejarah Buddha Maitreya

Jika dirunut dari sejarah, Buddha Maitreya adalah bagian dari Buddha Mahayana, hal ini dikarenakan Buddha Maitreya merupakan perkembangan lanjutan dari Buddhisme Zen. Dalam perkembangannya, Buddha Maitreya terdiri dari doktrin dan garis Kepatriatan yang langsung dari Buddhisme Zen sedangkan BuddhismeZen, merupakan salah satu mazhab Buddhisme Mahayana yang amat terkenal. maka dari itu wajar bila disebut bahwa Buddhisme zen adalah cikal bakal timbulnya Buddha Maitreya.

Perkembangan Buddha Maitreya dibagi menjadi tiga zaman yaitu;

  • Maitreya di zaman pra-Buddha Sakyamuni
  • Maitreya di zaman Buddha Sakyamuni
  • Maitreya di zaman pasca Buddha Sakyamuni.

Maitreya di zaman pasca Buddha Sakyamuni inilah yang dikenal sebagai Bhiksu Berkantong. Konon, Bhiksu Berkantong ini lahir di kabupaten Feng Hua daerah Zhi Jiang Ming Zhou (China), namun asal-usul keluarganya kurang diketahui. Pada masa akhir pemerintahan Liang, dia menetap di kuil Yue Lin. Saat detik-detik menghembuskan napas terakhir, dia sempat berkata, “Maitreya oh Maitreya, telah menjelma banyak kali tak terhingga, bertujuan membimbing umat manusia namun umat manusia tidak mengenalnya”. Sampai saat ini belum ada lagi predikat Buddha Maitreya yang disematkan.

Di Indonesia, Buddha Maitreya berkembang menjadi sebuah aliran agama yang unik. Aliran ini dikenal mengadopsi istilah-istilah Indonesia dan Sansekerta Buddha. Salah satu penyebabnya mungkin karena saat itu adanya tekanan pemerintah ORBA yang melarang penggunaan bahasa Mandarin, maka akhirnya liturgi dan upacara keagamaan menggunakan bahasa Indonesia. Namun, saat ini vihara Maitreya kembali lebih bebas menggunakan bahasa Mandarin. Vihara Maitreya di Indonesia juga unik, karena memiliku ciri khas kalimat “Tuhan Maha Esa” dan mengikuti perayaan Buddha seperti Waisak, Kathina, dan menggantungkan gambar Siddharta Buddha.

Meskipun dalam perayaan-perayaan ini, aliran Maitreya biasanya mempunyai cara sendiri untuk merayakan yang tidak berhubungan dengan perayaan yang sebenarnya.

Melansir dari buku Maitreya Buddha in I-Kuan Tao, Joseph J. F. Chen, 2014, aliran Maitreya bisa dibilang mengalami perkembangan paling pesat di antara aliran Buddha lainnya di Indonesia. Para pengikut aliran Maitreya dianjurkan untuk menjadi vegetarian, dan menyebarkan ajaran ini dengan membawa teman atau saudara untuk memohon jalan terbaik.

Baca Juga:

Rokokslot

Rokoslot

Rokokslot

Judi Bola

Mix Parlay

Mix Parlay

Scatter Pink

Scatter Hitam

Scatter Hitam

Scatter Pink

Nono4D

Nono4D

Tebak Angka Jitu

Mengungkap Misteri Candi Dieng: Jejak Bersejarah Masa Mataram Kuno

gracefuldreams.com – Dieng, sebuah nama daerah pegunungan yang memiliki sejumlah peninggalan purbakala. Kunjungan pertama saya baru dimulai pada tahun 2013, beberapa saat setelah menikah. Pada saat itu, saya hanya berkunjung ke rumah saudara. Belum sempat mengunjungi situs candinya.

Kunjungan ke candinya baru dilakukan sekitar tahun 2018 an. Kunjungan pertama adalah kompleks Candi Arjuna saja. Kunjungan ke candi selanjutnya dilakukan pada tahun 2022. Selain candi tersebut, saya juga berkunjung ke candi Setyaki dan kompleks museum Kailasa.

Kala itu, saya pribadi belum banyak mencari data tentang candi ini. Baru di tahun 2024 ini secara kebetulan saya kebagian tugas ke Candi Dieng. Tepatnya tugas BPK (Balai Pelestarian Kebudayaan) Mengajar. Sebuah tugas yang memancing keingintahuan saya untuk mengeksplorasi data tentang Candi Dieng. Berikut sejumlah fakta tentang candi Dieng.

1. Merupakan salah satu peninggalan dari masa Mataram Kuno yang tertua

Pendapat bahwa bangunan candi Dieng berasal dari masa Mataram Kuno ini berdasarkan gaya bangunan yang ada pada candi tersebut. Candi Bima, yang letaknya tidak jauh dari kawah Sikidang, merupakan bangunan candi tertua. Pendapat ini telah muncul sejak awal dari penemuan. Catatan dari Raffles maupun N.J Krom senantiasa setia pada pendapat ini.

Asumsi ini muncul berdasarkan bentuk atap dari candi Bima. Laman kemdikbud.go.id, menyebut jika atap dari candi ini memadukan gaya dari India Utara dan Selatan. Gaya India Utara dilihat dari Menara tinggi (sikhara), sementara gaya India Selatan ditunjukkan dengan adanya menara-menara di bagian sudut dan relung berbentuk tapal kuda. Relung tersebut dihias dengan arca kudu. Penggabungan gaya tersebut hanya dijumpai pada candi ini saja.

Sementara tentang siapa raja yang membangunnya juga belum diketahui data pastinya. Hal ini karena belum ada data pasti yang menyebutnya.

2. Ditemukan dalam keadaan runtuh dan sebagian terpendam

Kondisi sejumlah candi di Dieng saat ditemukan tentu berbeda dengan kondisi saat ini. Saat ditemukan beberapa candi sudah dalam keadaan runtuh. Bahkan ada ada beberapa candi lagi yang sudah hilang jejaknya. Hal ini lumrah terjadi pada semua candi yang ada di pulau Jawa. Salah satu penyebabnya adalah karena mereka ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya.

Sepeninggal masyarakat pendukung dan penggunanya candi, daerah sekitar candi kemudian dihuni masyarakat baru, yang tidak tahu menahu tentang candi. Mereka turut andil dalam “menghilangkan” candi, dengan cara memanfaatkan batu-batu reruntuhan candi untuk bangunan rumah.

Sementara, masyarakat Eropa pada abad 19 juga ikut serta mendukung “hilangnya” candi. Mereka terbiasa memindahkan arca atau sejumlah temuan ke daerah lain maupun menggunakan batu candi untuk pembangunan gedung, jembatan, jalan dan bangunan lainnya. Fakta ini telah banyak diungkap dalam tulisan J.F.G. Brumund maupun Ijzerman pada abad 19.

3. Merupakan candi untuk agama Hindu

Seluruh candi-candi yang ada di Dieng memiliki latar agama Hindu. Meski ada sebutan Ondo Budho, deretan anak tangga yang juga menjadi salah satu peninggalan purbakala. Istilah Budho di kalangan masyarakat Jawa bukanlah merujuk pada agama Buddha saja, tetapi pada agama yang dianut nenek moyang yaitu Hindu – Buddha. Berarti, ini juga termasuk agama Hindu yang sempat dianut masyarakat pembangun candi Dieng.

4. Dicatat kembali pada abad 19

Catatan tertulis tertua yang menyebutkan kembali candi ini adalah laporan dari Mayor H.C. Cornelius (1774-1833), seorang insinyur militer Belanda dan Kapten Godfrey Phipps Baker (1786-1850, Perwira Infanteri Ringan Benggala ke-7). Keduanya merupakan utusan dari Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Mereka bertugas di waktu yang berbeda. Cornelius berkunjung lebih awal ke Dieng, yaitu pada 1814, sementara Baker pada 1815. Menariknya laporan Baker lah yang dirujuk Raffles dalam bukunya The History of Java.

Sementara laporan dari Cornelius digunakan lebih kemudian oleh para peneliti Belanda, seperti N.J.Krom. Alasannya, laporan Cornelius lebih detail daripada Baker.

5. Berbahan batu kali

Bahan dari bangunan candi ini adalah batu kali. Ini menyesuaikan dengan ketersediaan bahan. Di sekitar daerah tersebut. Meskipun sama-sama andesit, namun ukurannya berbeda dengan batu yang digunakan di candi lain, misalnya candi Prambanan.

Semoga fakta-fakta di atas bisa membuat teman-teman lebih mengetahui tentang candi Dieng. Salam Budaya.

Baca Juga:

Mix Parlay

Mix Parlay

 

 

 

Mengungkap Misteri Candi Dieng: Jejak Bersejarah Masa Mataram Kuno

gracefuldreams.com – Dieng, sebuah nama daerah pegunungan yang memiliki sejumlah peninggalan purbakala. Kunjungan pertama saya baru dimulai pada tahun 2013, beberapa saat setelah menikah. Pada saat itu, saya hanya berkunjung ke rumah saudara. Belum sempat mengunjungi situs candinya.

Kunjungan ke candinya baru dilakukan sekitar tahun 2018 an. Kunjungan pertama adalah kompleks Candi Arjuna saja. Kunjungan ke candi selanjutnya dilakukan pada tahun 2022. Selain candi tersebut, saya juga berkunjung ke candi Setyaki dan kompleks museum Kailasa.

Kala itu, saya pribadi belum banyak mencari data tentang candi ini. Baru di tahun 2024 ini secara kebetulan saya kebagian tugas ke Candi Dieng. Tepatnya tugas BPK (Balai Pelestarian Kebudayaan) Mengajar. Sebuah tugas yang memancing keingintahuan saya untuk mengeksplorasi data tentang Candi Dieng. Berikut sejumlah fakta tentang candi Dieng.

1. Merupakan salah satu peninggalan dari masa Mataram Kuno yang tertua

Pendapat bahwa bangunan candi Dieng berasal dari masa Mataram Kuno ini berdasarkan gaya bangunan yang ada pada candi tersebut. Candi Bima, yang letaknya tidak jauh dari kawah Sikidang, merupakan bangunan candi tertua. Pendapat ini telah muncul sejak awal dari penemuan. Catatan dari Raffles maupun N.J Krom senantiasa setia pada pendapat ini.

Asumsi ini muncul berdasarkan bentuk atap dari candi Bima. Laman kemdikbud.go.id, menyebut jika atap dari candi ini memadukan gaya dari India Utara dan Selatan. Gaya India Utara dilihat dari Menara tinggi (sikhara), sementara gaya India Selatan ditunjukkan dengan adanya menara-menara di bagian sudut dan relung berbentuk tapal kuda. Relung tersebut dihias dengan arca kudu. Penggabungan gaya tersebut hanya dijumpai pada candi ini saja.

Sementara tentang siapa raja yang membangunnya juga belum diketahui data pastinya. Hal ini karena belum ada data pasti yang menyebutnya.

2. Ditemukan dalam keadaan runtuh dan sebagian terpendam

Kondisi sejumlah candi di Dieng saat ditemukan tentu berbeda dengan kondisi saat ini. Saat ditemukan beberapa candi sudah dalam keadaan runtuh. Bahkan ada ada beberapa candi lagi yang sudah hilang jejaknya. Hal ini lumrah terjadi pada semua candi yang ada di pulau Jawa. Salah satu penyebabnya adalah karena mereka ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya.

Sepeninggal masyarakat pendukung dan penggunanya candi, daerah sekitar candi kemudian dihuni masyarakat baru, yang tidak tahu menahu tentang candi. Mereka turut andil dalam “menghilangkan” candi, dengan cara memanfaatkan batu-batu reruntuhan candi untuk bangunan rumah.

Sementara, masyarakat Eropa pada abad 19 juga ikut serta mendukung “hilangnya” candi. Mereka terbiasa memindahkan arca atau sejumlah temuan ke daerah lain maupun menggunakan batu candi untuk pembangunan gedung, jembatan, jalan dan bangunan lainnya. Fakta ini telah banyak diungkap dalam tulisan J.F.G. Brumund maupun Ijzerman pada abad 19.

3. Merupakan candi untuk agama Hindu

Seluruh candi-candi yang ada di Dieng memiliki latar agama Hindu. Meski ada sebutan Ondo Budho, deretan anak tangga yang juga menjadi salah satu peninggalan purbakala. Istilah Budho di kalangan masyarakat Jawa bukanlah merujuk pada agama Buddha saja, tetapi pada agama yang dianut nenek moyang yaitu Hindu – Buddha. Berarti, ini juga termasuk agama Hindu yang sempat dianut masyarakat pembangun candi Dieng.

4. Dicatat kembali pada abad 19

Catatan tertulis tertua yang menyebutkan kembali candi ini adalah laporan dari Mayor H.C. Cornelius (1774-1833), seorang insinyur militer Belanda dan Kapten Godfrey Phipps Baker (1786-1850, Perwira Infanteri Ringan Benggala ke-7). Keduanya merupakan utusan dari Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles. Mereka bertugas di waktu yang berbeda. Cornelius berkunjung lebih awal ke Dieng, yaitu pada 1814, sementara Baker pada 1815. Menariknya laporan Baker lah yang dirujuk Raffles dalam bukunya The History of Java.

Sementara laporan dari Cornelius digunakan lebih kemudian oleh para peneliti Belanda, seperti N.J.Krom. Alasannya, laporan Cornelius lebih detail daripada Baker.

5. Berbahan batu kali

Bahan dari bangunan candi ini adalah batu kali. Ini menyesuaikan dengan ketersediaan bahan. Di sekitar daerah tersebut. Meskipun sama-sama andesit, namun ukurannya berbeda dengan batu yang digunakan di candi lain, misalnya candi Prambanan.

Semoga fakta-fakta di atas bisa membuat teman-teman lebih mengetahui tentang candi Dieng. Salam Budaya.

Baca Juga:

Rokokslot

Rokokslot

Rokokslot

Rokokslot

Sejarah Terowongan Kereta Api Terpanjang di Indonesia

gracefuldreams.com – Terowongan kereta api merupakan infrastruktur penting bagi moda transportasi kereta api di Indonesia. Tercatat ada beberapa terowongan kereta api terpanjang di Indonesia yang pernah dibangun.

Terowongan tersebut dibangun untuk melancarkan perjalanan dari kota satu ke kota lainnya. Beberapa terowongan yang dibangun usianya sudah cukup lama, tetapi memiliki konstruksi yang baik sehingga mampu bertahan hingga saat ini.

Sejarah Terowongan Kereta Api Terpanjang di Indonesia untuk Menambah Pengetahuan

Dikutip dari buku Ensiklopedia Transportasi Dunia, Nuri Mentari Dini (2012), terowongan kereta api merupakan jalan tembusan di bawah permukaan tanah atau gunung yang digunakan untuk lalu lintas kereta api.

Terowongan kereta api dibangun untuk memperpendek jarak kereta api dan mempermudah perjalanan kereta api. Terowongan kereta api di Indonesia banyak dibangun oleh penjajah Belanda untuk menembus bukit dan memberikan akses jalan pada kereta.

Berikut ini adalah sejarah terowongan kereta api terpanjang di Indonesia yang bisa dipelajari untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

1. Terowongan Wilhelmina (1.127 Meter)

Terletak di Jalan Pantai Karapyak, Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat, Terowongan Wilhelmina menjadi yang terpanjang di Indonesia. Terowongan ini dibangun pada masa kolonial Belanda tahun 1922, dan selesai pada tahun 1928.

Terowongan ini memiliki nilai sejarah tinggi. Dinamai sesuai nama Ratu Wilhelmina dari Belanda, terowongan ini menjadi saksi bisu perkembangan transportasi kereta api di Jawa Barat.

Meskipun saat ini tidak aktif lagi dilalui kereta api, Terowongan Wilhelmina menjadi daya tarik wisata yang memikat. Keindahan alam di sekitarnya serta nilai sejarahnya, menarik para wisatawan untuk berkunjung dan mengabadikan momen di tempat ini.

2. Terowongan Sasaksaat (949 Meter)

Berbeda dengan Terowongan Wilhelmina, Terowongan Sasaksaat di Desa Sumurbandung, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat, masih aktif dilalui kereta api. Dibangun pada tahun 1902, terowongan ini menjadi bagian penting dari jalur kereta api Cianjur-Padalarang.

Keunikan Terowongan Sasaksaat terletak pada arsitekturnya yang bergaya Eropa klasik. Dihiasi dengan batu bata merah dan ukiran-ukiran indah, terowongan ini memancarkan pesona sejarah yang menawan.

Selain itu, Terowongan Sasaksaat juga menawarkan panorama alam yang menakjubkan. Dikelilingi oleh pegunungan hijau dan persawahan yang luas, perjalanan kereta api melewati terowongan ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi para penumpang.

Itulah sejarah terowongan kereta api terpanjang di Indonesia yang bisa digunakan untuk menambah pengetahuan, terutama soal perkeretaapian Indonesia.

Baca Juga :

Rokokslot

Rokokslot

Mengungkap Keindahan Candi-Candi di Banten: Warisan Sejarah yang Memukau

Banten, sebagai salah satu provinsi di Indonesia, kaya akan sejarah dan kebudayaan. Salah satu aspek menarik yang terkandung di dalamnya adalah keberadaan berbagai candi peninggalan masa lampau. Dari kemegahan Candi Sanghyang Sirah hingga keindahan arsitektur Candi Kasepuhan, setiap candi memiliki cerita dan keunikan tersendiri. Dalam artikel ini, kita akan mengungkap pesona dan keindahan beberapa candi yang ada di Banten.

Candi Sanghyang Sirah: Jejak Peradaban Hindu-Buddha

  • Sejarah dan Latar Belakang Candi Sanghyang Sirah merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang terletak di Desa Cisarua, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi, Banten. Candi ini diyakini sebagai peninggalan masa Hindu-Buddha yang dibangun pada abad ke-7 hingga abad ke-9 Masehi. Sebagai salah satu situs bersejarah, Candi Sanghyang Sirah menjadi saksi bisu perjalanan peradaban di wilayah Banten.
  • Keunikan Arsitektur Salah satu hal yang menarik dari Candi Sanghyang Sirah adalah arsitekturnya yang khas. Bangunan candi ini memiliki struktur tiga tingkat dengan ukiran relief yang menghiasi dinding-dindingnya. Arsitektur candi ini mencerminkan pengaruh gaya arsitektur Hindu-Buddha yang dominan pada masa itu, dengan sentuhan lokal yang khas dari daerah Banten.
  • Makna dan Fungsi Meskipun banyak aspek sejarah dari Candi Sanghyang Sirah yang masih menjadi misteri, namun diyakini bahwa candi ini memiliki makna dan fungsi sakral dalam kehidupan masyarakat Hindu-Buddha pada masa lalu. Sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan keagamaan, candi ini menjadi pusat spiritualitas bagi masyarakat pada zamannya.

Candi Kasepuhan: Perpaduan Budaya Sunda dan Islam

  • Kehadiran Candi Kasepuhan Candi Kasepuhan terletak di Kampung Kasepuhan, Desa Cimanggu, Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Banten. Candi ini merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang unik karena menggabungkan unsur-unsur arsitektur Hindu-Buddha dengan budaya Islam. Hal ini mencerminkan proses akulturasi dan perubahan budaya yang terjadi di wilayah Banten pada masa lalu.
  • Arsitektur yang Memukau Salah satu daya tarik utama dari Candi Kasepuhan adalah arsitektur yang memukau. Meskipun strukturnya telah mengalami kerusakan akibat faktor alam dan ulah manusia, namun keindahan arsitektur candi ini masih tetap terlihat. Arsitektur yang mencerminkan perpaduan antara budaya Sunda dan Islam memberikan keunikan tersendiri bagi Candi Kasepuhan.
  • Peran dalam Sejarah dan Kehidupan Masyarakat Candi Kasepuhan juga memiliki peran penting dalam sejarah dan kehidupan masyarakat setempat. Selain sebagai tempat ibadah, candi ini juga menjadi pusat kegiatan sosial dan budaya di masa lalu. Kehadirannya menjadi simbol keberagaman budaya dan toleransi agama yang telah lama menjadi bagian dari identitas masyarakat Banten.

Candi Karyamukti: Keindahan Arsitektur Megah dari Masa Lampau

  • Sejarah dan Asal Usul Candi Karyamukti merupakan salah satu candi Hindu-Buddha yang terletak di Desa Selaawi, Kecamatan Banjarwangi, Kabupaten Lebak, Banten. Bangunan candi ini diyakini berasal dari abad ke-8 hingga abad ke-10 Masehi. Meskipun sebagian besar strukturnya telah mengalami kerusakan, namun keindahan arsitektur megah candi ini masih dapat dinikmati oleh para pengunjung.
  • Eksplorasi Arsitektur Candi Karyamukti memiliki arsitektur yang memukau dengan detail-detail ukiran yang menghiasi dinding-dindingnya. Struktur bangunan yang kokoh dan simbol-simbol keagamaan yang terpahat dengan indah menjadi daya tarik utama dari candi ini. Eksplorasi arsitektur candi ini menjadi pengalaman yang menarik bagi para penggemar sejarah dan arsitektur.
  • Pelestarian dan Pengembangan Pelestarian Candi Karyamukti menjadi tantangan yang penting untuk diatasi. Upaya-upaya pemeliharaan dan pengembangan telah dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait guna memastikan bahwa keindahan dan sejarah dari candi ini tetap dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Pentingnya pelestarian warisan sejarah seperti Candi Karyamukti menjadi perhatian bersama untuk melestarikan identitas budaya dan sejarah Banten.

Penutup

Candi-candi di Banten tidak hanya merupakan bangunan bersejarah, tetapi juga nana4d merupakan warisan budaya yang memikat dan memikirkan. Dengan keindahan arsitektur dan nilai-nilai sejarah yang terkandung di dalamnya, candi-candi ini menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang peradaban manusia. Penting bagi kita untuk terus menjaga dan memelihara warisan sejarah ini agar dapat dinikmati oleh generasi-generasi mendatang.

Mengulik Sejarah Candi Klero di Semarang yang Penuh Misteri

gracefuldreams.com – Candi Klero adalah salah satu peninggalan dari kerajaan Hindu-Buddha di Semarang, Jawa Tengah. Sejarah Candi Klero penuh misteri sebab candi ditemukan tahun 1995 dalam kondisi runtuh dan berantakan.

Candi ini ada di tengah kebun warga dan tidak dijumpai sumber sejarah lain di sekelilingnya. Oleh karena itu, sangat sulit mengetahui kapan dan bagaimana masa pembangunannya. Agar semakin jelas, simak uraian di bawah ini!

Sejarah Candi Klero

Tim KKN Reguler 79 Posko 54 dalam buku berjudul Sejuta Pesona Desa Tegalwaton: Sebuah Laporan Kegiatan dan Catatan Perjalanan menjelaskan bahwa Candi Klero berlokasi di Dusun Ngentak, Desa Klero, Kecamatan Tengaran.

Ketika ditemukan pada 1995, Candi Klero sudah runtuh. Kemudian, sebagai langkah pelestarian bangunan bersejarah, Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah melakukan pemugaran.

Candi Klero hanya memiliki candi induk. Candi ini dibangun tanpa candi perwara alias tidak ada candi pendamping.

Bangunan Candi Klero tersebut bentuknya bertingkat atau berundak serupa dengan Candi Sambisari Yogyakarta. Ukuran candi ini kurang lebih 14 meter x 14 meter dan memiliki tinggi mencapai 4 meter.

Adapun dasar candi di tingkat pertama tingginya 1,4 meter dengan teras yang memiliki lebar 4 meter. Terdapat tangga berhias makara atau makhluk mitologi wujud monster air alias naga laut untuk menuju bangunan candi yang ada di tengah-tengah teras.

Bagian atas candi ada tonjolan yang mengitari badan candi. Sejarawan menduga tonjolan tersebut mempunyai fungsi sebagai penyangga tiang yang sekarang telah hilang dan tidak tersisa sama sekali.

Di dalam candi juga banyak ditemukan berbagai peralatan upacara berupa yoni atau simbol kesuburan serta arca Siwa. Kini, arca Siwa yang ditemukan di dalam Candi Klero tersebut dipindahkan dan disimpan oleh Dinas Purbakala Jawa Tengah di Semarang.

Para sejarawan sendiri mengatakan bahwa Candi Klero adalah peninggalan dari agama Hindu. Namun, tidak ditemukan sumber sejarah yang jelas tentang tahun berdirinya atau siapa yang memprakarsai pembangunan candi tersebut.

Bahkan, sejarawan percaya Candi Klero adalah candi dengan usia yang sangat tua. Hal ini terlihat dari kondisi dinding yang nampak polos tanpa hiasan relief.

Demikianlah penjelasan tentang sejarah Candi Klero yang penuh misteri. Semoga bermanfaat!

Baca Juga :

Rokokslot

Rokokslot